Menuju HUT ke 475, Ternyata Begini Sejarah Kretek Yang Jadi Salah Satu Icon Kudus
Kudus//liputankudus.com – Menuju Hari Ulang Tahun (HUT) Kudus yang ke-475 Kudus memiliki beberapa icon menarik yang dikenal oleh masyarakat Kudus hingga luar Kudus sendiri. Kretek menjadi salah satu icon yang dikenal oleh masyarakat luas. Ternyata kretek pertama kali lahir di Kudus pada tahun 1880an.
Dikutip dari beberapa sumber, Kretek lahir di Kota Kudus diperkenalkan oleh H. Djamhari. Bermula ketika Djamhari memiliki sakit dada dan sering mengoleskan minyak cengkeh dibagian dada dan pundaknya. Dengan adanya olesan minyak cengkeh tersebut, membuat keadaan Djamhari menjadi lebih baik.
Kemudian Djamhari mencoba mengunyah cengkeh yang telah ditambahkan ke dalam nginangnya. Lagi-lagi efek yang diberikan oleh cengkeh membuat keadaannya lebih baik lagi. Sehingga Djamhari mencoba untuk mencampurkan cengkeh dan tembakau yang dilinting menggunakan klobot atau kulit jagung. Kemudian lintingan tersebut setelah dibakar berbunyi kretek-kretek. Dari situlah sebutan kretek muncul.
Setelah pembuatan tersebut, banyak masyarakat yang menginginkan lintingan tersebut. Kemudian Djamhari menjual kretek tersebut dengan diikat persepuluh batang tanpa merk.
Sejarah kretek juga tak luput dari kisah sang raja Kretek yakni Nitisemito yang memilki rokok kretek dengan cap bal tiga yang telah mengawali produksinya pada tahun 1906. Tak dipungkiri, meskipun Nitisemito buta huruf, namun manajemen yang digunakan oleh Nitisemito tersebut telah dikatakan Modern.
Semasa jayanya Nitisemito mampu mencetak 15.000 karyawan untuk dipekerjakan di pabrik dengan luas pabrik 6 hektar. Selain itu, produk dari kretek tak hanya beredar di pulau Jawa saja namun sampai Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, bahkan sampai ke negara Kincir Angin. Namun, Bal Tiga tutup pada tahun 1953 setelah sepeninggalnya Nitisemito.
Selain itu, Kudus menjadi kota kretek karena perekonomian di Kudus di topang oleh industri kretek, dan Kudus terdapat puluhan perusahaan kretek bahkan ada yang masih eksis hingga kini.
Sumber: Catatan Museum Kartini dan Internet (Jum’at/30/08/2024)
(Nrl)