Jawa TengahKriminalkudus

Diduga Aborsi Demi Lolos Kerja Ke Singapura, Seorang Suami Polisikan Isteri Sendiri

Kudus//liputankudus.com – Maraknya berita online tentang suami laporkan istri sendiri ke kepolisian, begini ceritanya.

Ditemui Ahmad Triswadi selaku penasehat hukum dari Henri (pihak yang melaporkan istri sendiri) di kantornya di Jl. KHR Asnawi turut Desa Krandon, Kecamatan kota, Kabupaten Kudus (18/7/2024).

Ahmad Triswadi memaparkan “Kabar Tersebut adalah benar bahwa Eva Henri Darmawan adalah kliennya yang melakukan pelaporan terhadap istrinya sendiri, adalah hal yang biasa jika pasangan suami istri dalam satu rumah tangga kadang ada berselisih paham,”  Terang Kang Tris panggilan akrab Penasehat hukum ini.

“Klien kami ini (Eva Henri Darmawan) menikah pada Tanggal 28/1/2023 dengan Jumarni, dan selang 1 tahun kemudian terjadilah perselisihan, selanjutnya akhirnya Jumarni nekad meninggalkan rumah tanpa pamit, bahkan tanpa ingin keberadaanya di ketahui oleh klien saya, yaitu dengan cara memblokir  akses nomer Hp dan WAnya sehingga Henri Klien saya benar benar tidak bisa menghubungi,” imbuh Kang Tris.

“Namun yang namanya sepandai-pandainya tupai  melompat akhirnya pun terpeleset juga, dipertemukanlah Henri dengan pihak pengantar Jumarni ke bandara A. Yani Semarang, dari  sinilah keberadaan Jumarni mulai terkuak,” Pungkas Tris.

Sementara di tempat berbeda, tepatnya di Desa Colo Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Henri memaparkan.

“Saat ini Jumarni berada di Singapura untuk kembali bekerja seperti dulu sebagai TKI, hal ini yang membuat saya syok karena karena Jumarni sudah berjanji bahwa tidak akan pernah kembali ke Singapura tapi toh saat ini dia kabur lagi kesana, bahkan dalam keadaan hamil 3 bulan dia tetap nekad. Sementara Jumarni itu tahu persis bahwa wanita hamil tidak bisa mendapat izin atau tidak akan diterima untuk bekerja di Singapura terkhusus untuk profesi sebagai pekerja rumah tangga”, Papar Henri.

Pihaknya tampak semakin syok ketika sebelum meninggalkan Indonesia itu Jumarni dalam keadaan hamil 3 bulan, oleh karena saat pergi dari rumah Jumarni sengaja meninggalkan Kartu Panduan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang diperoleh dari dokter dan Bidan berikut obat yang diresepkan guna kesehatan kandungannya.

“Jelas Jumarni itu dalam keadaan hamil karena pada Tanggal 9 Pebruari 2024 telah periksa kandungan dan dapat Kartu KIA serta kala itu janin dinyatakan dalam keadaan sehat. Saya pun terkejut saat mendapat foto fotonya sekarang saat ia tinggal di Singapura, dimana tubuhnya terlihat langsing dan tidak menunjukkan kalau ia sedang hamil, sementara saat ini seharusnya umur kandungan sudah 8 bulan. Maka saya menduga kuat istri saya nekat melakukan aborsi terlebih dahulu sebelum berangkat ke singapura, sebab di sana ada pemberlakuan bagi para TKW khususnya pekerja rumah tangga tidak diperbolehkan hamil, bahkan tiap 6 bulan sekali selalu ada mecical check up guna memastikan tenaga kerja bersangkutan sehat dan tidak sedang hamil, bahkan kalau ditemukan dalam keadaan hamil maka akan dipulangkan ke negara asal, maka saya kira cukup kuat dugaan terhadap istri saya Jumarni telah melakukan Aborsi,” lanjut Henri dengan mengebu saat menambah keterangannya.

“Saya tidak masalah jika Jumarni meninggalkan saya, kira kira saya bisa ikhlas karena itu sudah ia kehendaki, tetapi saya tidak terima bahkan saya jauh lebih marah dari setan di dasar neraka ketika benar apa yang diperbuat Jumarni adalah membunuh janin yang merupakan darah daging saya,” Tukasnya penuh emosi.

Sementara Triswadi menegaskan bahwa kliennya telah melaporkan perkara dugaan tindak kejahatan ini ke Polda Jateng pada Tanggal 24 Juni 2024 bernomor : 001/LAPDU/EHD/VI/2024, dan saat ini kliennya sedang menunggu panggilan dari Polda guna kepentingan pemeriksaan sebagai pelapor. Pihaknya berharap agar kepolisian bisa segera menindak lanjuti laporan kliennya tersebut dengan cepat dan prosedural tanpa pandang bulu. Menurut Triswadi, Jumarni diduga kuat telah melakukan serangkaian tindakan yang melanggar Pasal 75 Ayat (1) dan (2) UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang bisa diberikan sanksi pidana berdasarkan pasal 194 dalam UU yang sama, bahkan dapat pula diterapkan yang jauh lebih berat sanksinya yakni Pasal 340 KUHP.

(Als)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *